Ade Purnama si Penggagas Sahabat Museum


Wadah Belajar Sejarah dengan Cara Enjoy dan Funky

Berfoto di depan bangkai Kapal Perang Jepang "Tosimaru" yang hancur dibom pesawat Amerika Serikat pada tahun 1944, di Pantai Kao, Halmahera Utara, Maluku Utara.
Ada satu komunitas di Jakarta yang menghimpun siapa saja yang ingin belajar sejarah dengan cara lebih santai sambil pelesiran. Bahkan, bisa berpelesir hingga ke Belanda. Biayanya pun relatif murah.

==========================

OLEH Ade Purnama, komunitas yang dia dirikan pada 31 Agustus 2002 diberi nama Sahabat Museum. Sesuai dengan namanya, kegiatan komunitas itu memang tidak jauh-jauh dari museum. Kegiatan andalannya adalah Plesiran Tempo Doeloe.

"Kami ingin, melalui komunitas ini, orang semakin mencintai sejarah dan kebudayaan kita," kata Ade yang lulusan Sastra Belanda Universitas Indonesia (UI).

Untuk bergabung dengan komunitas itu, Ade dan teman-temannya tak memberlakukan aturan yang kaku dan ribet. "Sahabat Museum tak punya kantor," kata lajang kelahiran Denpasar, 20 Agustus 1976, itu.

Lantas, bagaimana jika menggelar pertemuan atau rapat setiap akan mengadakan kegiatan? Ade mengatakan, rapat cukup menggunakan fasilitas handphone dan laptop.
 
Sebenarnya Ade yang masih hidup bersama orang tuanya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta, itu pernah berniat menggelar rapat koordinasi persiapan perjalanan keliling museum di rumahnya. Tapi, ide tersebut langsung mentah. Dia khawatir, ketenangan keluarganya terganggu kehebohan saat 20-an kru Sahabat Museum rapat.
 
Akhirnya diputuskanlah rapat dilakukan di dunia maya. Diskusi membahas tema-tema yang akan dibawa saat berkunjung ke museum dilakukan dengan saling melempar e-mail atau SMS. "Apa pun caranya, bagi kami, yang penting efektif," kata Ade saat ditemui di Mal Pondok Indah, Jakarta, Selasa pekan lalu (11/1).

Begitu pula, penentuan iuran bagi para member Sahabat Museum yang ingin ikut jalan-jalan ke museum juga dilakukan lewat dunia maya. Saat ini member yang sudah terdaftar 5.000 orang. Dia menuturkan, rata-rata iuran sekali agenda Plesiran Tempo Doeloe untuk di dalam Kota Jakarta adalah Rp 30 ribu hingga Rp 300 ribu. Harga itu bisa naik lagi jika member ingin mendapatkan fasilitas lainnya.

Iuran dikenakan sebagai keperluan akomodasi keberlangsungan Sahabat Museum. Di antaranya, membeli pulsa dan membayar jaringan internet. Ade tidak memungkiri bahwa dirinya juga mendapat bagian. Namun, dia tidak mau menyebutkan secara pasti besaran rupiah yang didapat.

Dia menganggap, jasa yang diberikan Sahabat Museum itu sebagai sebuah layanan profesional. Tetapi, dia tetap mengatakan bahwa Sahabat Museum masih bersifat swadaya, belum ada sponsor atau donatur yang memberikan bantuan dana.

Ade menjelaskan, iuran yang ditentukan itu relatif murah. "Apa lagi jika dibandingkan dengan ilmu sejarah yang didapat," katanya.

Menurut Ade, banyak member Sahabat Museum yang rela merogoh kocek untuk mendapatkan pengalaman baru mempelajari sejarah. Apalagi, tutur Ade, pembelajaran sejarah lewat Sahabat Museum dengan sistem berkunjung langsung ke sebuah museum menjadi alternatif yang menyenangkan. "Saya tegaskan, ini hanya alternatif. Sebuah variasi belajar yang fungky," kata bungsu di antara empat bersaudara itu.

Agenda Plesiran Tempo Doeloe itu digelar rata-rata setiap bulan dua hingga tiga kali. Setiap menggelar agenda tersebut, Ade mengundang pakar-pakar sejarah untuk membimbing. Di antaranya, yang sudah pernah ikut bergabung adalah Andy Alexander, pemerhati sejarah Vereniging Oost Indische Compagnie (VOC); Lilie Suratminto, dosen UI; dan Alwi Shahab. Selain itu, Mona Lohanda dan Dawid Kwa.

Sejak didirikan hingga kini, Sahabat Museum sudah menjalankan 86 kali agenda Plesiran Tempo Doeloe. Rata-rata agenda itu dilakukan pada hari libur. Perjalanan pertama Plesiran Tempo Doeloe dilakukan pada 25 Mei 2003 dengan mengujungi kawasan Weltevreden.

Kawasan tersebut adalah daerah tempat tinggal utama orang-orang Eropa di pinggiran Batavia, Hindia-Belanda. Jaraknya kurang lebih sepuluh kilometer dari Batavia lama ke selatan. Letaknya kini di sekitar Gambir, Jakarta Pusat. Perjalanan yang paling baru adalah ke Museum Belanda di Banten pada 12 Desember tahun lalu.

Di antara sekian banyak agenda Plesiran Tempo Doeloe itu, kenangan paling membekas sekaligus "menyakitkan" adalah saat agenda ke-84 di Morotai, Halmahera. Dalam agenda yang digeber sembilan hari penuh pada 23-31 Oktober 2010 itu, member Sahabat Museum juga diajak keliling Ternate dan Tidore.

Acara itu, jelas Ade, diikuti ratusan peserta. Karena agenda cukup panjang, sebelum berangkat persiapan pematangan ke Morotai ini, Ade dan kawan-kawan menggelar rapat intensif selama enam bulan. "Kami tidak mau member menjadi bosan. Sebab, perjalanan cukup lama," ujar.

Saat acara berlangsung, Ade dan panitia yang lain tidak merasakan hal aneh. Semua berjalan enjoy. Agenda-agenda yang disusun selama rapat persiapan berjalan mulus. Tetapi, petaka datang ketika acara sudah rampung. Ade dan kru Sahabat Museum sakit panas dan pegel linu selama seminggu lebih. "Kami semua tepar (sakit, Red)," ceritanya.

Dalam perjalanan ke depan, Ade masih memegang cita-cita untuk Sahabat Museum. Di antaranya, membuat buku sejarah. Buku yang akan dia garap itu tidak melulu berisi tulisan-tulisan sejarah yang membosankan. Tetapi, dia memilih membukukan asal-muasal sebuah nama tempat dan juga tokoh sejarah yang ada di tempat tersebut.

Misalnya, Ade ingin mengorek sejarah di Rawa Belong, Jakarta Barat. Menurut dia, tempat itu cukup memiliki nilai sejarah tinggi. Yaitu, sebagai tempat lahirnya si Pitung. Pendekar sakti dari Betawi yang tidak mempan ditembak dan digolok itu juga ikut membasmi kompeni.

Menurut dia, personel Sahabat Museum perlu bersama pakar-pakar sejarah menggali dan memastikan cerita bahwa si Pitung juga dikubur di Rawa Belong. Cara seperti itu, jelas Ade, bisa memunculkan rasa memiliki sejarah terhadap masyarakat setempat. Dia menilai, masyarakat masih belum terlalu perhatian dengan cerita sejarah yang terjadi di tempatnya masing-masing.

Selain ingin menerbitkan buku, Ade mengatakan bahwa Sahabat Museum menyiapkan agenda besar dalam Plesiran Tempo Doeloe yang ke-100. Dia menjelaskan, pada perjalanan ke-100 itu, dia akan mengajak member Sahabat Museum berkunjung ke Belanda.

Di Negeri Kincir Angin itu member bakal diajak ke kota-kota yang erat berkaitan dengan sejarah Indonesia. Yaitu, Kota Den Haag. Kota tersebut pada 23 Agustus 1949 menjadi lokasi Konferensi Meja Bundar. Selain itu, dia merencanakan menyambangi Kota Hoorn. Ade menyebutkan, Hoorn merupakan kampung halaman Jan Pieterszoon (J.P.) Coen.

Siapakah dia? Mener Coen yang lahir di Hoorn pada 8 Januari 1587 itu adalah pendiri Batavia pada 1619. Ade menjelaskan, yang mau ikut bisa mengirimkan e-mail ke adep@cbn.net.id atau gabung di SahabatMuseum@yahoogroups.com. (jpnn.com)

digg it
buzz yahoo
google
Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook
reddit





Terkait




TERPANAS

 

Rekomendasi

Dunia Bayi dan Ibu

Gambar Unik dan Foto Lucu