Simon Bailey, wisatawan asal Austria yang mengikuti Sail Indonesia 2010, tidak melewatkan waktu sedikit pun tanpa memotret hamparan batu granit yang berada di pesisir Pulau Babi dan sekitarnya di Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung, Selasa (12/10/2010) siang. Dia terus berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain demi mendapatkan gambar terbaik.
Gumpalan awan putih di langit biru membuat Simon makin antusias. ”Formasi batu granit di sini (Belitong) sungguh indah dan fantastis. Saya belum pernah melihat keindahan formasi batu granit seperti ini di negara lain,” kata Simon.
Simon yang baru pertama kali mengunjungi Indonesia mendapat informasi tentang Belitong dari internet. Dia penasaran dan ingin melihat langsung pesona tersebut.
Nancy asal Amerika Serikat juga tidak henti-hentinya mengagumi pesona batu granit dan pasir putih di Belitong serta pulau-pulau kecil di sekitarnya. ”Pulau ini sungguh indah. Masyarakatnya pun sangat ramah. Saya pasti akan datang lagi ke Belitong untuk menikmati keindahannya,” kata Nancy.
Dia mengikuti Sail Indonesia 2010 bersama suaminya, Chris. Mereka memulai petualangan dengan menggunakan perahu layar bertiang tinggi dari Darwin, Australia, pertengahan Juli 2010. Dari sana mereka menyinggahi Kupang, Alor, Komodo, Wakatobi, Bali, Karimun Jawa, dan terakhir di Belitong sebelum menuju Singapura dan kembali ke negara asalnya.
Selain Simon, Nancy, dan Chris, masih ada 84 wisatawan asing peserta Sail Indonesia 2010 yang menyinggahi Belitong sejak Minggu (10/10/2010). Di pulau itu mereka tinggal selama enam hari dan difasilitasi pemerintah daerah mengunjungi sejumlah lokasi untuk menikmati panorama, menonton atraksi budaya, dan mengisi bahan bakar.
”Kehadiran peserta Sail Indonesia tidak langsung membuat masyarakat dan pemerintah daerah di Belitong menikmati hasilnya. Kami berharap melalui mereka tersebar informasi sehingga makin banyak wisatawan asing berkunjung ke Belitong,” kata Bupati Belitung Timur Basuri Purnama.
Belitong merupakan satu dari dua pulau besar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di pulau itu tersebar banyak pantai berpasir putih dengan laut biru jernih dan terumbu karang.
Pasir putih dan laut itu dibingkai hamparan batu granit kecil dan besar hitam kecoklatan yang tersusun menawan dan sangat menggoda untuk diabadikan dengan kamera.
Tolak tambang
Pesona serupa sebetulnya terdapat di Bangka. Namun, di pulau itu laut tidak lagi jernih. Hal itu akibat maraknya aktivitas penambangan timah di tengah laut yang berlangsung puluhan tahun hingga saat ini.
Sebaliknya, di Pulau Belitong, masyarakat sejak beberapa tahun silam melarang penambangan timah di laut. Beberapa pengusaha besar yang mengantongi izin dari pemerintah daerah tidak bisa menambang sebab ditentang masyarakat.
”Masyarakat Belitung sadar, kalau dilakukan penambangan timah di tengah laut, hanya segelintir orang yang menikmati keuntungan, sedangkan masyarakat semakin menderita,” kata Oma (32), warga Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung.
Ada dua faktor yang mendorong masyarakat Belitung menentang penambangan timah di laut. Pertama, mayoritas masyarakat Pulau Belitong bekerja sebagai nelayan. Penambangan menggunakan kapal akan menyedot pasir yang berpotensi timah dari dasar laut. Setelah dipisahkan dari timah, air dan pasir dibuang lagi ke laut.
Pola penambangan seperti ini membuat terumbu karang tertutup partikel sedimen. Jika kegiatan dilakukan terus-menerus, maka terumbu karang sulit berkembang dan mati. Kondisi ini membuat ikan tak bisa berkembang biak karena kehilangan habitat dan nelayan kehilangan mata pencarian.
Kedua, masyarakat Belitong semakin sadar tentang potensi pariwisata yang dimiliki. Sumber utama bagi pergerakan sektor ini tersedia di laut melalui formasi batu granit yang unik ditunjang dengan hamparan pantai berpasir putih.
Sektor pariwisata juga menggerakkan usaha masyarakat, seperti rumah makan, kerajinan, jasa angkutan darat dan laut, penginapan, serta usaha jasa lain. ”Banyak masyarakat memperoleh pendapatan dari kegiatan pariwisata. Manfaat ini membuat masyarakat Belitong ngotot menolak penambangan timah di laut,” kata Budi Setiawan, Ketua Kelompok Peduli Lingkungan Belitong.
Sikap masyarakat Belitong itu patut diacungi jempol. Mereka telah menunjukkan kepada dunia bahwa timah bukan pilihan yang tepat untuk kehidupan jangka panjang. Mereka juga telah mengenali kekuatan daerah sesungguhnya yang dapat diandalkan menjadi tumpuan pemberdayaan ekonomi setempat, yakni pariwisata. (kompas)