Kalee aja ada yang kenal, baik karena teman, ayah teman, tetangga dsb
Polrestabes Surabaya dan Polsek Wonocolo menggulung mafia makelar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang sudah menggurita, setidaknya di tujuh kota di Jawa Timur dan sudah mengeruk puluhan miliar rupiah.
Di ruang Eksekutif Polrestabes Surabaya, Selasa (2/11), Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Drs Coki Manurung, memamerkan 15 tersangka calo CPNS yang diperkirakan sudah menipu 1.100 pencari kerja di Jatim, Jateng, dan Jakarta. Di Jatim mereka bergerak di Malang, Jombang, Pamekasan, Bangkalan, Madiun, Sidoarjo, dan Surabaya.
Para tersangka itu adalah Sumardi Asmara, asal Malang, Joko Suparno (Malang), Totok Julianto (Jombang), Hasyim (Pamekasan), Wardi (Kediri), Hasan Marzuki (Jombang), Agus Yasmanto (Sidoarjo), Suryanto (Sidoarjo), Agus Supriyadi (Bangkalan), Mei Dartono (Madiun), Zakaria (Surabaya), Sirod (Bangkalan), Suwarno (Surabaya), Siswo (Madiun), dan Efendi (Madiun). Di antara mereka, Joko Sampurno-lah yang dianggap sebagai otak mafia ini. (lihat bagan)
Berdasarkan informasi, Joko yang punya banyak KTP (Jakarta, Malang, Mojokerto, Jombang) telah merekrut kaki tangan di Sidoarjo, Surabaya, Madura, Malang, Madiun, Jombang, Jateng, dan Jakarta. Di antara krucuk itu ada abdi pemerintah, yaitu Zakaria (guru di Surabaya) dan Hasyim (pegawai dinas pendidikan di Pamekasan).
Dari penyidikan polisi, diketahui bahwa Joko merekrut Totok Julianto, yang kemudian merekrut Hasyim, Hasan Marzuki, Zakaria dan Agus Yasmanto. Zakaria kemudian merekrut Zakaria yang dibantu Mei, Siswo, dan Effendi. Sementara, Agus Yasmanto merekrut Suryati, sedangkan Agus Yasmanto merekrut Suryanto dan Agus Yasmanto.
Meski sudah memasang kaki tangan di sejumlah daerah, Joko masih menyempatkan diri langsung menemui kliennya. Bahkan, agar menyakinkan, ia mengenakan seragam PNS berwarna khaki dan melengkapi diri dengan emblem Pemprov Jatim. Joko mengaku sebagai pegawai Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jatim.
Dalam rilisnya, polisi memperkirakan uang yang berhasil dikeruk mafia ini sekitar Rp 5 miliar. Namun, besar kemungkinan jumlahnya lebih dari Rp 20 miliar. Komplotan ini umumnya mematok harga 1 kursi CPNS minimal Rp 100 juta. Andai saja satu orang membayar uang muka Rp 25 juta, maka akan muncul angka Rp 27,5 miliar. Angkanya akan semakin fantastis bila banyak di antara mereka yang sudah melunasi Rp 100 juta.
Coki menjelaskan jumlah orang yang tertipu di Madura saja sudah sangat banyak. Ia menyebut Hasyim di Pamekasan sudah memangsa 400 orang, sedangkan Agus Supriyadi membujuk 150 orang di Bangkalan. Namun, hingga kini subjaringan Hasyim dan Hasan belum dibongkar. “Itu belum termasuk dari anak buahnya yang lain dan itu terus kami dalami hingga sampai akar-akarnya,” kata Coki.
Soal perjalanan uang suap itu, menurut informasi yang bisa dikumpulkan Surya, uang setoran dari klien tidak disetor utuh ke level di atasnya. Oleh ‘pejabat’ di level ini pun duit itu diambil sebagian sebelum disetor ke atas. Misalnya, tersangka Mei Dartono menyetor ke Zakaria, lalu diteruskan ke Joko melalui bank.
Sedangkan Joko sendiri mengaku disuruh Joni yang disebutnya sebagai ‘orang dalam’ di Pemprov Jatim. Ia pun mengaku sudah setor ke Joni Rp 1,5 miliar. “Joni yang membikin surat panggilan PNS,” tutur Joko Suparno. Wawancara tidak bisa berlanjut karena dicegah salah seorang polisi.
Joko ditangkap di rumah istri keduanya di Dampit, Malang dan hingga semalam masih diperiksa penyidik Satpidum Reskrim Polrestabes Surabaya. Sumber di kepolisian mengatakan, penyidik belum mendapatkan petunjuk soal dana dan saat ini sedang menelusuri rekening penerima setoran itu yang kini sudah terputus.
“Informasinya, Joko Suparno adalah orang kepercayaan salah satu pejabat pusat dan pernah menggolkan dua PNS yang di bawanya. Makanya ini terus kami telusuri. Kalau memang benar Joni itu paling atas langsung dicari,” ujar sumber di kepolisian.
Sumber di kepolisian menyebutkan, rencana untuk menjadi calo CPNS di lingkungan Pemrpov Jatim itu berawal dari tim empat yaitu Joko Suparno, Wardi, Hasyim dan Totok Julianto. Mereka menggelar pertemuan di salah satu hotel di Jakarta untuk mencari celah dalam perekrutan CPNS di Pemprov Jatim. Apalagi Joko yang tidak memiliki pekerjaan tetap dipercaya oleh salah satu pejabat di BKN yang kini sudah pensiun.
Lantas Joko mengepakkan sayapnya merekrut tiga orang untuk menguasai wilayah Madura, Madiun dan Sidoarjo. Dari tiga orang yang direkrut itu akhirnya tersebar dari mulut ke mulut. “Intinya bahwa ada orang yang bisa memasukkan menjadi PNS di Pemprov Jatim asal menyetor uang,” tutur sumber di kepolisian.
Karena banyaknya peminat untuk menjadi PNS, akhirnya berita itu tersebar dengan cepat. Apalagi masa depan menjadi PNS cukup menjanjikan karena ada pensiun dan gajinya di atas Rp 2 juta. “Orang-orang (korban) apa tidak mikir jika untuk menjadi PNS harus tes lebih dulu,” ucapnya.
Sejak 2007
Sementara itu, Kapolda Jatim Irjen Pol Drs Badrodin Haiti itu menegaskan, sindikat Joko Suparno ini beroperasi sejak 2007 hingga 2010. Dengan jangka waktu selama itu, diperkirakan korbannya mencapai puluhan ribu orang di Jatim, Jateng, dan DKI Jakarta. “Mereka hanya akal-akalan saja. Tidak ada yang diterima di lingkungan Pemprov,” tegas mantan kapolres Surabaya Timur.
Kapolda juga mengimbau kepada korban yang tinggal di Madiun segera lapor ke polisi terdekat. Mereka tidak mau lapor karena dengan alas an dijanjikan kelompok Joko Suparno yang merekrut para korban untuk menghadap ke BKD Provinsi Jatim tanggal 3 November atau hari ini, Rabu (3/11, Red). “Pelaku utamanya sudah ditangkap polisi. Undangan yang diberikan untuk menghadap ke BKD adalah palsu,” jelas Badrodin Haiti.
Meski pihaknya sudah membongkar sindikat percaloan CPNS, polisi akan terus memantau kegiatan tes CPNS di seluruh wilayah di Jatim. Dikhawatirkan praktik itu terus berjalan. “Untuk seleksi maupun pengangkatan ada sistemnya, jangan mudah percaya pada siapa pun,” kata Badrodin Haiti.
Terbongkarnya sindikat ini berawal dari tertangkapnya, Suryanto asal Sidoarjo. Lima korban datang ke BKD Provinsi Jatim untuk menghadiri undangan penghadapan. Setelah dicek ternyata undangan itu palsu. Suryanto akhirnya ditangkap di GOR Sidoarjo setelah dipancing oleh petugas Polsek Wonocolo. Setelah dikembangkan, akhirnya merembet hingga menangkap 14 tersangka lainnya termasuk otaknya, Joko Suparno dan Sumardi Asmara.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jatim Akmal Boedianto langsung membantah pengakuan Joko Suparno yang menyebut bahwa dirinya adalah pegawai di BKD Jatim. “Pengakuan itu tidak benar. Di BKD Jatim, tak ada pegawai yang namanya Joko Suparno,” tegasnya kepada Surya, Selasa (2/11).
Menurut Akmal, pernyataannya tersebut bukan dimaksudkan untuk membela diri. Setelah mendengar pengakuan Joko di hadapan penyidik Polrestabes Surabaya, dirinya langsung memeriksa data nama semua pegawai BKD. “Ternyata namanya tidak saya temukan,” imbuh mantan sekretaris DPRD Jatim itu.
Untuk itu, pihaknya mengaku siap jika sewaktu-waktu petugas kepolisian memanggilnya untuk dimintai keterangan sekaligus mengklarifikasi pengakuan yang disampaikan Joko Suparno. ref : n mif/uji-surya